CAHAYA CINTA PESANTREN
Dalam
perasaan gundahnya kipli berlutu kepada Allah, memohon agar ia mendapat nilai
maksimal. Jadi dirinya bisa masuk SMA Watu Gede. Sekolah yang ia dambakan.
Sekolah ini merupakan sekolah favorit di kotanya, sehingga bila dia bisa masuk
sekolah ini dia akan lebih mudah mendapatkan universitas favorit juga. Kipli
optimis bisa masuk sekolah ini. Karena dia sangat rajim berdo’a kepada Allah.
“ Ya allah, Kipli mohon kepadamu supaya kipli mendapat
nilai maksimal. Supaya, Kipli bisa masuk SMA Watu Gede. Ya Allah jika kau
memang maha kaya maka kabulkanlah do’a kipli Ya Allah.” Setiap hari kipli
selalu melanturkan mantranya ini. Seakan dirinya sangkat memaksa allah
mengabulkan keinginannya itu.
Kipli semakin rajin
menyenandungkan Dzikir yang menenangkan hatinya. Sebab orang tuanya akan
mengambil laporan hasil belajar Kipli.
“Bagaimana umi? Pasti
nilai – nilai kipli bagus-baguskan. Kipli mau lihat.” Tutur Kipli bak telah
mengetahui nilai-nilainya.
“nanti saja setelah kita
sudah dirumah”.Jelasnya.
“Kenapa gak sekarang
umi?”
“Sudah nak!” rayu umi
mengajak kipli segera pulang.
Setelah keduanya sampai
rumah, Kipli langsung meminta secarik kertas yang dari tadi selali dalam
gengaman umi. Seperti tak rela kertas itu jatuh ketangan orang lai.
“Mana Umi Kipli ingin
lihat”
“Sudah Umi kasih abi kau”
“Abi Kipli ingin lihta.”
“Kau ingin lihat apa?”
Tanya Abi dengan nada keras.
“Kertas yang sedang abi
baca. Bagaimana abi pasti bangga, karena nilai Kipli bagus-bagus”
“Kau bilang abi akan
bangga dnegan nilai kau ini,” Sambil menyodorkan kertas itu.
“Memang mengapa abi?
“Abi jadi tak yakin kau
bisa masuk SMA dambaanmu itu, Lebih baik kau cari sekolah lain saja!” tambah
Abi.
Kipli hanya diam mendenga kata-kata abi yang
mencabik-cabik hatinya. Tak tahan dengan ucapan abinya, Kipli bergegas menuju
bilik kamarnya dengan cucuran air mata Diatas ranjangnya, telah basah diguyur
derasnya air mata yang tak mau berhenti. Mengetahui hal tersebut, naluri
keibuan umi meluap. Umi berusaha menenangkan dan menasehati Kipli.
“ Ya Allah Teganya engkau pada diriku, hemmm. Hemm”
“Sudahlah Nak, tak pantas menghakimi Allah, Allah pasti
memberi jalan terbaik.”
“Tapi Allah tak adil pada
Kipli umi, Setiap hari tak lupa Kipli panjatkan do’a-do’a seusai Sholat agar
kipli memperoleh nilai bagus umi. Allah benar-benar tidak adil pada Kipli.
Hemm. Hemm,” tangisnya
semakin kencang.
“Apa yang telah kau
ucapkan tadi. Istifar. Tak sepantasnya kau mengolok-olok Tuhanmu seperti itu.
Tobat-tobat.” Sela abi masuk kamar tak tahan dengan suara tangis Kipli.
“Iya nak Istifar,” tambah
umi.
“Kalau Allah tidak
memberi nilai yang bagus, Allah harus bisa membuat Kipli masuk SMA Watu Gede,
bila tidak berati Allah tak adil pada Kipli.”
Abi dan Umi hanya diam,
mengamati kekecewaan Kipli yang sangat dalam pada Allah.
“Sudahlah sana kau ambil
air wudu dan minta maaflah kepada allah” Perintah Umi.
Kipki lekas mengganti pakaianya dan bergegas ke masjid.
Kipli mengambil air yang dapat menyejukan hatinya yang panas. Setiap rukuk
dilakukan dengan khusyuk. Setiap Sholat dilakukan dengan waktu yang lambat,
lama. Mungkin Kipli mengadukan kekesalannya dan kekecewaanya pada tuhan yang
suci. Seusai Sholat, Kipli merapalkan mantra yang telah berbeda dari
mantra-mantranya dulu.
“ Ya Allah yang maha pengampun, ampunilah Kipli yang
telah menghina engkau dengan kata-kataku yang tak pantas untukmu. Ya Allah,
yang maha mengetahui, Engkau pasti tahu betapa Kipli sangat mengiginkan sekolah
di SMA Watu Gede. Maka Kipli mohon beri kesempatan untuk membuat abi dan umi
bangga pada kipli. Amin...” dengan penuh rasa bersalah kipli mengirim mantranya
itu.
Tak terasa kipli telah lama di masjid hingga jarum jam
menunjukan waktu tengah malam Kipli memutuskan untuk tidur di masjid saja.
Dikala sang Surya mulai
mengintip diantara cela-cela pohon dan burung-burung berlomba menyenandungkan
tembang-tembangnya dengan merdu. Hari yang cerah ini menghanguskan semua
kekecewaan dan dilema dihati Kipli. Semangat Kipli tercermin di hari yang tak
ada musam ini. Kipli akan mendaftarkan dirinya sebagai murit baru SMA Watu
Gede. Meskipun nilai Kipli tak memenuhi kriteria. Tapi Kipli tetap optimis bisa
masuk SMA tersebut.
Sudah berkali-kali Kipli wara-wiri dipean papan pengumuman
seperti setrika yang tak henti menghaluskan pakaian kusut yang
bertumpuk-tumpuk. Kipli tidak kuasa menyembunyikan perasaan gelisah di hatinya.
Dirinya takut jika akan menerima pernyataan yang menjelaskan kegagalan
keduannya. Dan benar saja kipli gagal menjadi warga SMA Watu Gede. Kekecewaanya
muncul lagi. Allah lagi-lagi tidak
memenuhi do’anya. Hari cerah ini menjadi kusam dan gelap.
Beberapa hari, Kipli mengurungkan dirinya di bilik
kamarnya. Hal ini membuat ia lalai pada kewajiban sholatnya. Yang dulu tak
pernah lupa dalam ingatanya. Bahkan dalam benak ia tak ingin melanjutkan
sekolahnya karena rasa malu pada teman-temanya. Sebab selama SMP dia menunjukan
sikap optimisnya masuk SMA Watu Gede. Mengamati perbuatan anak semata wayahnya
itu membuat hati abi dan umi iba. Sehingga Kipli dimasukan ke pesantren atas
usulan abinya. Tapi hal ini bertentangan dengan Kipli, dirinya berpikir mana
mungkin orang pesantren bisa masuk perguruan tinggi populer, masuk dunia kerja
saja samar-samar. Tetapi pemikiranya dapat diluruskan oleh uminya.
“Kipli sesungguhnya sekolah diaman saja itu sama. Justru
kamu harus buktikan bahwa kalau kamu jadi orang pesantren bisa bersaing dengan
orang di sekolah-sekolah favorit.”
Tiba saatnya Kipli
mendaftar menjadi santri baru di pesantren yang agak jauh dari kota. Suasana
pedesaan yang masih asri dan kental. Membuat kipli dan umi terpanah
terkagum-kagum. Situasi pesantren pun jadi terbilang jauh dari kota mewah tak
sepe SMA dambaan hati kipli. Sebelum menjadi santri baru dia harus mengikuti
tes-tes terlebih dahulu. Hal ini membuat Kipli takut. Ia tak mau jatuh 2 hingga
3 kali pada lubang yang sama.
“Sudah jangan merasa gugup!”
“Tapi Kipli takut jika membuat umi kecewa lagi pada
kipli. Padahal umi sudah jauh-jauh mengantar kipli ke sini.”
“Umi tak pernah kecewa padamu, Selalu ingatlah pada allah
dan kipli harus tahu do’a dan restu umi menyertai usahamu”
“Terima kasih umi, Kipli akan berusaha semampu yang bisa
kipli perbuat.”
Ujian pertama, Kipli harus melafalkan ayat-ayat suci
Al-Qur’an. Hal ini berhasil dilalui cukup mudah, sebab sejak kecil kipli selalu
mengikuti TPA dimasjid dekat rumahnya kesuksesan ini membuat kipli hati kipli
sedikit lega. Dia berharap Allah akan mempermudah jalanya meskipun kipli pernah
mencela allah dengan cukup kasar. Semoga saja allah telah mengampuninya jadi
diujian kedua ia juga bisa lolos. Tepat seperti yang diinginkan pada ujian
kedua, kipli berhasil memperagakan sholat dengan baik. Sehingga dia telah
diterima sebagai keluarga baru pesantren. Tapi raut wajah kipli bercampur
antara sedih dan bahagia. Bahagianya karena telah menjadi santri baru dan sedih
karena harus berpisah jauh dari abi dan umi.
“ Kipli jaga dirimu baik-baik, jangan lupakan sholat,
belajarlah sungguh-sungguh. Dan patuhilah perintah guru yang mengajarimu.”
Pesan umi pada kipli sebelum meninggalkannya sediri dipesantren.
“
Baik umi, kipli tak akan membuat umi kecewa pada kipli” Sambut kepli melepas
lambaian tangan umi.
Hari
Pertama membuat canggung kipli karena jauh dari orangtuanya. Tapi itu tak
berjalan alam karena dia telah memiliki banyak teman baru. Salah satunya ahmad
dan danu. Ahmad adalah orang ambon, Sedangkan danu orang berdarah bali dan
aceh. Mereka sudah sangat akrab sebab mereka satu pemikiran ditambah mereka
satu kamar. Setiap ahri mereka bersama-sama seperti perangko yang merekat kuat
di puncuk surat.
Setiap
hari para santri bangun pukul 4 dini hari dan bergegas ke masjid menunaikan
ibadah sholat subuh berjama’ah. Seusai itu mereka hidup dipesantren memang
dituntut untuk mandiri dan disiplin. Setelah 7 pagi mereka telah memadati kursi
dikelas. Bersiap menerima semua ilmu yang diberikan oleh para ustad dan ustazah
yang mengajar mereka.
Tepat
saat matahari di atas kepala, jam pembelajaran di tunda untuk mengadakan sholat
berjamaah di masjid. Ada yang menyiapkan tempat ibadah untuk digunakan bersama,
ada yang keperpustakaan pesantren untuk menambah wawasan ilmu yang telah
diajarkan tapi tak jarang diantara ratusan santri ada yang bercanda ria dengan
teman masing-masing.
Seusai
pelajaran dilanjutkan para santri akan melaksanakan sholat ashar sebelum
pembelajaran berakhir, setelah itu para santri kembali ke kamar asrama untuk
istirahat, tapi tak jarang ada yang melanjutkan tugas di pesantren tadi.
Sebelum
pukul lima sore para santri telah berbaris tak karuan panjangnya menunggu
giliran membersihkan badan mereka dengan air dan sabun. Karena pukul enam
petang mereka sudah harus ada dimasjid untuk sholat magrib dilanjutkan sholat
isya’. Mereka juga tadarusan dan mendengarkan siraman rohani dari ustaz yang
menyejukan hati dan membersihkan pikiran mereka yang penak menerima pelajaran
yang cukup banyak. Pukul delapan tepat mereka sudah diperbolehkan berenang
disamudra mimpi yang indah. Tapi ada saja orang di pesantren yang belum bisa mimpi
indah karena harus berperang dengan pasukan nyamuk , untuk melawan pasukan
penghisap darah itu para santri mengisi dengan bacaan ayat suci. Tapi para
nyamuk semakin meraja rela sebab darah yang mereka hisap telah suci dan bersih
disirami ayat-ayat al Qur’an.
Keseharian
hidup dipesantren kipli merindukan orang tua, yang selalu memanjakan dan
mengurusinya dengan sepenuh hati. Ahmad, danu dan kipli pergi ke kantor kepala
santren untuk menelpon orang tuanya.
“
Pak bolehkah beta menelpon amak dikampung?” Pinta ahmad.
“Saya
juga pak,” tambah danu dan kipli
“Tentu
sa, Tapi jangan lama-lama,” Tutur kepala pesantren
Ahmad
terlebih dahulu yang menghubungi amaknya
di ambon. Dia menekan tombol angka pada telepon itu.
“tut..tutt...tutt
suara telpon yang menempel ditelinga ahmad. seperti ada orang didalam telpon
yang mengeluarkan gas bergantian.
“Hallo,
dengan siapa beta berbicara?” terdengar suara wanita yang bernada tinggi dengan
logat orang ambon.
“amak
ini ahmad, apa kabar amak diambon”
“amak
baik-baik saja”
“Amak,
beta rindu dengan amak”
“Amak
pun juga rindu pada kau”
Keduanya
larut dalam melepas rindunya masing-masing. Hingga ahmad lupa masih ada 2 orang
yang ingin melepas rindu dengan orang tuanya. Tak sabar danu menunggu. Ia pun
mencolek pinggung ahmad. Akhirnya ahmad sadar akan keberadaan teman-temannya
itu. Dan langsung menutup telepon. Ahmad memberikan danu menekan angka-angka
yang dia suka.
“tut..tut...tut”
Suara ini sekarang berganti didengar oleh danu. Tak seperti ahmad, ia telah
mendengar suara itu sebanyak lima kali. Tak ada suara lain yang terdengar di
telinganya.
Danu
telah menyerah mendengar suara itu. Sehingga dia memberikan gagang telepon ke
kipli yang lama menunggu gilirannya.
“Hallo
siapa ini”
“ini
kipli umi. Umi apa kabar?”
“Umi
baik, bagaimana dengan kau?”
Kipli
baik. Abi sedang apa umi?”
“Abi
kau sedang tidur, dia sakit. Tapi kau tak usah khawatir”
“Sudah
dibawa ke dokter belum umi?”
“Kemarin
dokter zul sudah memberi obat.”
“Ya
sudah umi, titip pesan pada abi saja. Umi jaga kesehatannya.”
Kipli
mengakhir telepon dengan was-was. Ahmad dan Danu berusaha menenangkannya.
Mereka pun meninggalkan telepon di kantor kepala pesantren dan bergegas ke
kamar untuk istrirahat. Perasaan kipli jadi tak karuan.
“Sudahlah
kipli tenanglah”Ahmad menenagkan kipli.
“Bagaimana
aku bisa tenang.”
Percayalah
allah akan menjaga abi kau,” Jelas danu.
“Ingin
sekali aku menengok abiku. Bagaimana kalau aku kabur saja?”
“Jangan
kipli nanti kau bisa kena hukuman,” Ahmad menambahkan.
“kau
bisa berkata begitu karena orang tua kalian tidak apa-apa”
“tidak
kipli bahkan aku tak tahu keadaan orang tuaku.” Kata danu.
Beberapa
saat setelah danu berkata, seseorang ustad masuk ke kamar mereka. Beliau
memberikan suart dari ibu danu. Ibu danu memberikan kabar kalau dia dan ayah
danu baik-baik saja.
“Tuh
ibu dan ayah kau baik-baik saja”
“Sudahlah
Kipli jangan berkata seperti itu”
Kipli
terdiam melihat teman-temanya tak menyetujui pikirannya. Kipli pun meninggalkan
mereka berdua. Ahmad dan danu tak tega melihat kondisi kipli, mereka mengejar
kipli yang akan marah padanya.
“Mau
apa kalian?”
“Kipli
jangan berlarut dalam kesedihan:
“kalau
kalian memang temanku seharusnya kalian mendukung aku.”
“Ya
sudah kami akan membantu kamu.”
Malam
harinya mereka telah bersiap merencanakan semuanya dengan matang. Sehabis
sholat isya’ mereka bergegas ke kamar dengan alasan kipli sakit. Setiba dikamar
mereka telah siap dengan rencana ke dua, kipli membawa tas yang telah disiapkan
sebelumnya. Kipli kabur lewat jalan rahasia yang hanya diketahui mereka.
Umi
tak menyangka kipli telah duduk manis diteras rumah
“kipli
kenapa kamu pulang?”
“kipli
mau menengok abi”
“umi
kan sudah bilang abimu tak papa, hanya masuk angin saja”
“tapi
kipli khawatir mendengar kabar dari umi.”
Tak
usah khawatir abi baik-baik saja, “ Sahut abi keluar dari rumah
“Abi”
Kipli menyalami abinya yang nampak lesu.
“kapan
kamu sampai”
“Baru
setengah jam lalu”
“Apa
kamu sudah izin pihak pesantren?”
“Belum
abi”
“Kamu
ini tidak pernah berubah, Umi segera hubungi pihak pesantren. Nanti sore kamu
harus pulang ke pesantren.”
“Tapi
abi,...”
“Tak
ada tapi-tapi, kamu disekolahan untuk belajar jangan buang-buang waktumu. Kamu
ingin membanggakan abi dan umikan. Jadi kau harus belajar sungguh-sungguh.”
“Baik
abi”
Kata-kata
abi membuat semangat kipli dalam belajar dipesantren dia ingin membuktikan pada
dirinya bahwa dia bisa belajar walau dulu tidak diterima di SMA yang ia
inginkan dan ia ingin buktikan pada abinya, ia bisa berprestasi dipesantren.
Sudah
lebih dari dua tahun, kipli menimba ilmu dipesantren. Sebelum diadakan ujian
akhir, beberapa bulan sebelum kipli membuat cerpen yang diikutkan dalam lomba
cerpen tingkat nasional. Danu tanpa sepengetahuan teman-temannya juga mengikuti
lomba itu, ia berharap bisa menjadi juaranya, tapi tak disangka kiplilah yang
mendapat juara.
“Danu
kenapa kamu terus acuhkan aku”
“karena
kamu juara lomba cerpen itu, kau kan tahu aku ingin bisa menjadi juara lomba
cerpen itu.”
“tapi
kau tak pernah bilang sebelumnya, kalau aku tahu kamu ikut pasti aku tidak akan
mengirim cerpenku.”
“Sudahlah,
jangan munafik. Dasar musuh dalam selimut.”
“Tidak
Danu,...”
“Tidak
Apa? Tidak Salah kan”
Sudah
satu minggu danu marah pada kipli. Sebentar lagi mereka akan lulus. Kipli tak
ingin lulus tapi melahirkan musuh baru. Ahmad pun berperan menjadi penegak
diantara dua sahabatnya itu.
“Sudahlah
danu kau maafkan saja kipli, sebenarnya dia ikut lomba itu untuk cari uang agar
bisa membantu biaya pengobatan abinya.”
“Memang
abinya sakit apa?”
“Aku
juga tidak tahum kipli tak beritahu tentang penyakit abinya”
Danu
menjadi sadar akan kesalahanya seharunya dia ikut bahagia atas kemenangan
temannya lagi pula kipli jadi juara oasti karena karyanya lebih bagus.
“kipli
maafkan aku, aku gak tahu kalau kau ikut lomba itu demi abimu”
“Iya
gak papa kok “
Tibalah
hari perpisahan antar santri
“Ahmad
seusai lulus mau kemana?: Tanya Danu
“Aku
mau bantu bisnis amakku dulu, baru lanjut kuliah.”
“Kalau
kamu kipli?” Tanya danu lagi.
“Aku
mau ke UGM aja ambil jurusan pertambangan”
“Waw,.....
hebat sekali kalian aku dong lanjut ke KUA” tutur danu.
“wk.....wk...
ada-ada kamu”
Diatas
mimbar kipli memberi sambutan atas prestasi menjadi santri yang menjadi
pemegang peringkat satu dipesantren dan dikota.
“terima
kasih kepada abi dan umi yang telah berjuang menyekolahkan kipli di pesantren
ini, tak lupa para ustad dan ustadah yang telah membimbing kita dan juga
teman-teman seperjuangan yang selalu membantu kipli, terima kasih semuanya”
Komentar
Posting Komentar